
Sore itu aku baru saja selesai salat ashar berjamaah di
bilik serambi pondok. Suasana pondok yang damai ini amat aku sukai,
namun ketatnya tata tertib dan unggah-ungguh membuatku agak jenuh.
Terlintas sejenak dalam pikiranku untuk bisa merasakan huru-hara dan kebisingan di
luar sana. Dalam lamunan itu tiba-tiba terasa tapak tangan kasar menepuk pundakku dari belakang.
“lagi jenuhya?, ingin keluarya?” yang
kutahu itu adalah suara shohibku yusuf.
“iyaa, mungkin enak ya, menghirup udara segar di luar sana?”
Tanpa menjawab pertanyaanku yusuf langsung menggenggam tanganku dan menggelendengku ke arah belakang pondok.
“kamu naik dulu!.aku yang ngawasi, nanti kalau ada mbah yai aku kasih tahu”
ucap yusuf.
Pagar pondok yang cukup tinggi itu aku naiki dengan tangga,
setelah aku sampai di atas yusuf pun menyusul. Kami melompat dari atas pagar bersama-sama bak seorang maling
professional. Brukkkkkk, kaki kami menghantam tanah.
Udara di luar pondok sangatlah segar, kami
berjalan mengikuti arah angin berhembus.
Setelah cukup letih mengikutinya ahirnya angin itu membawa kami untuksinggah di warung
kopi pinggir jalan.
“sruppp, sruppp, sruppp, nal zaenal lihat itu ada bule kesasar”
sambil minum kopi yusuf menunjuk dari arah kejauhan.
Seketika itu kufokuskan pandanganku mengikuti arah yang ditunjukkan yusuf. Dari
kejauhan terdengar seorang pemuda bule mencoba berkomunikasi dengan tukang becak.
“mohon maaf bapak, apakah ini jalan MT. Haryono?”
“Ho oh” jawab tukang becak.
Bule itu pun bingung karena ia tidak bisa menafsirkan arti kata “Ho
oh” dalam bahasa Indonesia.
Kemudian bule itu kembali berjalan dan menghampiri seorang pedagang jamu di
pinggir jalan.
“eee mohon maaf ibu, apakah ini jalan MT. Haryono?”
Dengan agak kemayu ibu pedagang jamu itu pun menjawab.
“betul mas”.
Bule itu pun semakin bingung karena ia mendapatkan dua jawaban yang
berbeda. Akhirnya bule itu berjalan semakin mendekati kami. Dengan kata-kata khas
Indonesia-Belanda bule itu bertanya kepadaku.
“mohon maaf mas, apakah ini jalan MT. Haryono?”
“benar” jawabku.
Bule itu pun baru paham kalau ia sekarang sedang berada di jalan
MT. Haryono. Namun ia masih bingung tentang jawaban-jawaban dari tukang becak dan pedagang jamu tadi.
Akhirnya ia kembali bertanya kepadaku.
“mohon maaf mas saya ingin bertanya lagi. saya bingung sekali, tadi saya tanya alamat kepada tukang becak jawabanya Ho
oh, saya Tanya lagi kepada pedagang jamu jawabanya betul, kemudian mas
tadi menjawab benar. Itu maksudnya apa ya mas, kok bisa berbeda-beda?”
Dengan santai aku pun menjelaskan.
“begini mas bule, kalau anda Tanya alamat pada orang lulusan
SMP itu pasti jawabanya Ho oh. Kalau anda Tanya pada lulusan SMA jawabanya betul.
Dan kalau anda Tanya pada seorang SARJANA pasti jawabanya benar”
“ohh begitu, jadi mas ini seorang sarjana?”
Dengan cepat aku pun menjawab.
“HO OH”.