Percaya pada Tuhan
Sajak teruntuk kekasih
Masih sama seperti malam-malam dan fajarku yang telah berlalu
Bayang-bayang senyum dan tawamu
Selalu hadir terbungkus kenangan-kenangan semu
Kekasih, aku masih sangat ingat
Saat kita saling menggenggam perasaan yang sama
Berkidung tentang cinta yang fana
Tanpa ada rasa saling percaya
Hingga pada akhirnya kita terjatuh dalam perihnya duka dan luka
Ya, aku masih ingat betul
Saat kata-kata yang kau balut dengan tangis menjadi penjara pengekangku
Yang melemparkanku pada dinding-dinding tak bersekat
Hingga aku tak berdaya, walau hanya sebatas mengusap air matamu
Atau bahkan air mataku sendiri
Hingga aku tak kuasa lagi, walau hanya sekadar mengelus lembut keningmu, mendekap hati, atau bercumbu dengan geliat di wajahmu
Kekasih
Ini aku, lelaki yang kau penjara dengan tangismu
Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun
Aku hanya duduk termangu, menyilangkan kaki, menatap dinding-dinding penjara, tanpa aku tau sedang apa dan dengan siapa kau di luar sana.
Kekasih,
Ini aku, lelaki yang kau belenggu dalam kata-katamu
Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun
Aku sandarkan diriku pada tembok penyekat ini, sembari berharap engkau datang membawa kabar, menjelaskan tentang semua kebohonganmu, kebohonganku atau bahkan kebohongan kita
Pada setiap sudut perasaan yang begitu menyiksa
Kekasih
Pada malam menjelang fajarku ini
Aku masih sama, hanya bersandar di tembok penjara ini
Di sini dingin, pengap, dan sempit
Bahkan aku terhimpit dan terjepit
Dengan perasaan yang menjerit-jerit
Ingin aku bersua denganmu di luar sana, tapi aku tak berdaya, tapi aku tak kuasa kekakasih.
Hingga terbitlah fajar
Aku mulai melihat mentari merayap masuk dari celah angin-angin penjaraku
Hembusanya begitu harum nan menyejukkan
Pekat ini tak asing lagi bagiku
Aku tahu ya aku tahu, itu wangi tubuhmu kekasihku
Sedang apa kau diluar sana? Kenapa kau tidak menyapaku?
Aku merindukanmu
Aku merindukan kata-katamu
Bahkan aku rindukan rengek dari tangismu, karena hanya pada saat itu lah hati kita begitu dekat dan menyatu
Dan tiba-tiba seekor burung datang, menerobos lubang angin-angin itu, mengepak-ngepakkan sayap yang begitu indah,
Menari kesana kemari, tersenyum kepadaku dengan begitu mesranya.
Wahai burung
Kenapa kau kemari, bukankah kau tau aku sendirian? di sini begitu dingin karena aku tak bisa lagi mendekap hangatnya cinta kekasihku
Wahai burung
Kenapa kau kemari, kenapa kau berwarna merah jambu? Bukankah kau tau tubuhmu itu hanya mengingatkanku pada senyum kekasihku
Wahai burung
Kenapa kau kemari, kenapa kau terus menari dan menari? Bukankah kau tau tarianmu itu nampak seperti getaran bibir tangis kekasihku
Wahai burung
Kenapa kau diam saja? Kenapa kau sama seperti kekasihku? Kenapa kau tak mau menyapaku?
Wahai burung
Ayo lah, ayo kabarkan kepadaku, kenapa kekasihku hanya diam bersandar di sisi luar tembok penjara? Bukankah dia yang menyuruhmu datang untuk menghiburku?
Sudahlah wahai burung
Aku juga akan diam seperti engkau diam dan diamnya kekasihku
Aku percaya wahai burung
Aku percaya pada cinta
Aku percaya pada kekasihku
Dan aku percaya pada Tuhan
Tuhan akan menyatukan kita,
Menyatukan dua hati yang dipisahkan oleh sekat tembok penjara.
Singgih Aji Prasetyo
Teater Plat-K,
Rembang 15 Desember 2017