Kamis, 14 September 2017

(Puisi) Seporsi Cinta

Seporsi Cinta
Oleh : Singgih Aji Prasetyo

Seporsi cinta
yang aku racik bersamamu dalam kisah cinta sederhana
Menjadikannya ramuan kebahagiaan yang orang lain damba-dambakan

Tapi ini bukan tentang orang lain, namun tentang kita
Tentang kita yang pernah merajut tali asmara dalam rundungan duka dan nestapa
Tentang kita yang tak pernah saling percaya namun akirnya disatukan oleh rasa yang sama
Menitihkan air mata berdua
Lalu mambasuhkan pada lentera hati yang menjadikan kita kuat untuk menapaki jalannya kisah ini

Kita seolah sudah saling percaya
Tentang jodoh yang tuhan ciptakan lalu diturunkan ke alam jagat kemanusiaan
Kita seolah tak lagi mengenal nestapa
Karna banyaknya mewangi bunga yang menyibakkan anyir pada semesta

Tuhan begitu indah merancang ini semua
Memilih hitam dan putih
Mewakilkan kesunyian dan sucinya dirimu yang memaksaku untuk memilih
Memilihkan siang dan malam
Membingkai mentari mendekap senja, mencumbu kemesraan menghadirkan kenyamanan
Memilih air dan api
Membakar derita dan mementaskan cita yang tak lagi layak untuk kita ratapi
Memilih aku dan kamu
Menyadingkan cinta dan sayang, lalu memohon kepada rasa untuk kita saling bersatu

Dirimu lebih dari apa yang aku miliki
Muara bagiku mencurahkan semua angan dan mimpi
Mimpi-mimpi indah, bahkan lebih indah dari ribuan bunga mawar yang sedang merekah
Hadirmu samudra bagi lelahku
Tempatku mangapungkan resah dalam gelisah

Sayang
Kini aku duduk bersandar ditepi sungai yang mengalir
Kaki kakiku merasakan porsi cinta yang kau bawa sampai hilir
Ricik itu menjarah hati yang hanya tersisa seporsi cinta pula untukmu
Untukmu wanita yang telah menggema dalam setiap kata-kataku
Wanita yang menjadi alansanku untuk selalu menghirup napas-napas rindu
Dirimu adalah segalanya
Kekasih yang aku dambakan dari sekian juta pilihan yang mengekang pikiran
Sayangmu begitu hangat menyapa
Mengalir deras dalam arus darahku, menyatu dengan nurani berhembus menerpa kokohnya kalbu
Kasihmu mengakar dalam urat nadi
Membingkai penuh sesaknya rasa memiliki, yang menjadikan kita tak sagup lagi untuk saling menyakiti

Sayang oh rasanya syahdu sekali
Saat kita berandai-andai
Tentang masa depan yang hendak kita gapai
Manisnya bibirmu menimbun janji-janji waktu itu
Menyeruakkan segala yang pernah kita jalani, lalu menyakinkanku tentang dirimu yang telah menjelma menjadi bidadari
Terima kasih atas segala rasa yang pernah ada
Tentang dirimu pula yang telah memilihku sebagai arjuna
Aku merasa begitu bahagia saat ini
Saat hari-hariku tak lagi tentang kesunyian, karna keberadaanmu yang telah menghadirkan perbedaan
Aku sangat ingin menyentak pada dunia
Meneriakkan kepada mereka tentang kisah-kisah yang kita alami berdua

Sayang kini rasanya ingin kembali aku racik ramuan cinta kita
Suka
Duka
Nestapa
Bahagia
Dan
Air mata
Kita ramu bersama
Hingga menjadi seporsi cinta
Dengan kisah yang sempurna


Semarang, 14 september 2017

Senin, 11 September 2017

(Puisi) Balada Darminah

Balada Darminah
Oleh : Singgih Aji Prasetyo

Namaku Darminah
Aku seorang tentara wanita
Aku pelacur
Dan aku Seorang pembunuh

Ini Darminah
Gadis dengan loreng-loreng ditubuhnya
Mengikrarkan janji setia pada pancasila
Gadis Yang memilih mengasingkan diri di batas pangkal negeri
Menjaga keutuhan NKRI
Berbekal sepucuk senapan api
Atau hanya dengan harga diri
Bahkan tidak sama sekali

Ya,
bahkan tidak sama sekali
Untuk urusan harga diri
Aku merasa telah dihianati
Siapa lagi kalau bukan bangsaku sendiri ?
Negeri yang aku jaga hidup dan mati.

Ya,
Aku masih sangat ingat
Ketika bapakku dituduh menjadi antek-antek PKI
Dipasung dan diarak keliling kampung
Lalu dijatuhi hukuman mati
Bahkan tidak hanya itu
Mereka siarkan kabar, bahwa bapak yang anaknya seorang TNI itu adalah seorang antek-antek PKI

Bukan,
Bukan pak hakim yang terhormat
Pak hakim pasti mengerti
Bapakku bukanlah antek-antek PKI
Bapakku hanya seorang petinggi
Yang mengayomi semua masyarakat desa, meski ia seorang intelejen komunis

Namun pak hakim tetap angkuh dengan palu saktinya
Aku pun selipkan amplop abu-abu di bawah meja persidangan
Kini negeriku telah tak adil lagi kepadaku
Atau bahkan aku tak lagi adil pada negeriku sendiri
"Siap menegerti" kataku pada 2 orang ajudan yg datang melucuti loreng-lorengku
Aku dituduh menyuap pak hakim yang terhormat
Oh bukan, bukan lagi yang terhormat
Tapi kau keparat
Nyatanya tetap kau terima amplop abu-abu itu
Lalu kau belikan kemeja putih, yang kau kenakan dengan petentang petenteng
Kau lipat lengannya sebatas sikut
Agar tak ada yang tau merk kemeja itu

Kini
Darminah telah dibuang negerinya sendiri
Tertatih tatih ia mencari jati diri
Hingga merantau ke negeri negeri orang
Menjadi budak budak rumah tangga
Menjadi budak hak asasi
Bahkan sampai budak napsu birahi

Napsu birahi

Jangan-jangan ndoro
Aku ini sudah tak perawan lagi

Tapi
laki-laki hitam itu tetap menjamah tubuhku
Melumat habis kulitku yang tipis
Menyibak senti demi senti rok miniku
Meraba-raba tubuhku yang gempal
Dan
Menggembuskan napas-napas yang membara
Di setiap jengkal-jengkal leher jenjangku

Tidak
Mati, mati lah kau
Majikan majikan bejat
Kutancapkan belati warisan jenderal
Satu, dua, hingga tiga kali
Hingga aku puas dan kau mati
Kulihat bercucuran darah-darah yang tak lagi merah
Aku sumpal lubang lukanya dengan sobekan seragam lorengku

Ha ha ha
Aku ini Darminah
Aku tetap seorang tentara
Meski aku pelacur
Dan aku seorang pembunuh

Kini setelah aku merasa cukup merdeka
Akan ku dendangkan lirik-lirik lagu kebebasan
Di balik kerapnya jeruji-jeruji yang mengekang

Satu duka
Satu lara
Satu angkara murka

Tanah air
Yang ku cinta
Kini entah dimana

Indonesia katanya
Sudah lama merdeka

Namun duka
Dan nestapa
Masih saja berjaya

(Puisi) Dinding

Dinding

Dinding dinding tak berjendela
Sempit
Dan
Kecil

Dinding dinding beratap kaca
Panas
Memanas
Dan
pengap,
Sumuk
Bergelamuk
Dan
gerah,
Pasung
Memasung
Tak
Bergerak

Dinding dinding tak berjendela
Abu-abu
Merah bata
Aku
Dikekangnya

Pati, 18 Agustus 2017