Senin, 11 September 2017

(Puisi) Balada Darminah

Balada Darminah
Oleh : Singgih Aji Prasetyo

Namaku Darminah
Aku seorang tentara wanita
Aku pelacur
Dan aku Seorang pembunuh

Ini Darminah
Gadis dengan loreng-loreng ditubuhnya
Mengikrarkan janji setia pada pancasila
Gadis Yang memilih mengasingkan diri di batas pangkal negeri
Menjaga keutuhan NKRI
Berbekal sepucuk senapan api
Atau hanya dengan harga diri
Bahkan tidak sama sekali

Ya,
bahkan tidak sama sekali
Untuk urusan harga diri
Aku merasa telah dihianati
Siapa lagi kalau bukan bangsaku sendiri ?
Negeri yang aku jaga hidup dan mati.

Ya,
Aku masih sangat ingat
Ketika bapakku dituduh menjadi antek-antek PKI
Dipasung dan diarak keliling kampung
Lalu dijatuhi hukuman mati
Bahkan tidak hanya itu
Mereka siarkan kabar, bahwa bapak yang anaknya seorang TNI itu adalah seorang antek-antek PKI

Bukan,
Bukan pak hakim yang terhormat
Pak hakim pasti mengerti
Bapakku bukanlah antek-antek PKI
Bapakku hanya seorang petinggi
Yang mengayomi semua masyarakat desa, meski ia seorang intelejen komunis

Namun pak hakim tetap angkuh dengan palu saktinya
Aku pun selipkan amplop abu-abu di bawah meja persidangan
Kini negeriku telah tak adil lagi kepadaku
Atau bahkan aku tak lagi adil pada negeriku sendiri
"Siap menegerti" kataku pada 2 orang ajudan yg datang melucuti loreng-lorengku
Aku dituduh menyuap pak hakim yang terhormat
Oh bukan, bukan lagi yang terhormat
Tapi kau keparat
Nyatanya tetap kau terima amplop abu-abu itu
Lalu kau belikan kemeja putih, yang kau kenakan dengan petentang petenteng
Kau lipat lengannya sebatas sikut
Agar tak ada yang tau merk kemeja itu

Kini
Darminah telah dibuang negerinya sendiri
Tertatih tatih ia mencari jati diri
Hingga merantau ke negeri negeri orang
Menjadi budak budak rumah tangga
Menjadi budak hak asasi
Bahkan sampai budak napsu birahi

Napsu birahi

Jangan-jangan ndoro
Aku ini sudah tak perawan lagi

Tapi
laki-laki hitam itu tetap menjamah tubuhku
Melumat habis kulitku yang tipis
Menyibak senti demi senti rok miniku
Meraba-raba tubuhku yang gempal
Dan
Menggembuskan napas-napas yang membara
Di setiap jengkal-jengkal leher jenjangku

Tidak
Mati, mati lah kau
Majikan majikan bejat
Kutancapkan belati warisan jenderal
Satu, dua, hingga tiga kali
Hingga aku puas dan kau mati
Kulihat bercucuran darah-darah yang tak lagi merah
Aku sumpal lubang lukanya dengan sobekan seragam lorengku

Ha ha ha
Aku ini Darminah
Aku tetap seorang tentara
Meski aku pelacur
Dan aku seorang pembunuh

Kini setelah aku merasa cukup merdeka
Akan ku dendangkan lirik-lirik lagu kebebasan
Di balik kerapnya jeruji-jeruji yang mengekang

Satu duka
Satu lara
Satu angkara murka

Tanah air
Yang ku cinta
Kini entah dimana

Indonesia katanya
Sudah lama merdeka

Namun duka
Dan nestapa
Masih saja berjaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar